Selain pellagra , banyak vitamin B3 yang dianjurkan sebagai alternatif untuk mengobati penyakit Alzheimer.
Vitamin B3 Untuk Mengobati Alzheimer
Sebuah penelitian lampau menunjukkan bahwa nikotinamida dalam dosis besar – atau juga disebut sebagai Vitamin B3 – dapat mengembalikan kehilangan memori pada tikus yang menderita alzheimer.
Begitu juga dalam sebuah penelitian baru-baru ini, yang fokus terhadap efek nicotinamide riboside (NR)yang juga menunjukkan hasil penelitian yang sama.
Lebih khusus lagi, sebuah penelitian oleh Dr. Vilhelm A. Bohr, kepala Laboratorium Gerontologi Molekuler Institut Nasional Penuaan (NIA), dan Dr. Yujun Hou, penyelidik pascadoktoral di laboratorium.
Mereka fokus pada bagaimana NR mempengaruhi kemampuan otak untuk memperbaiki DNA-nya, yaitu suatu fungsi yang terganggu akibat penyakit Alzheimer.
Seperti penjelasan para ilmuwan, kekurangan kemampuan otak untuk memperbaiki DNA-nya menyebabkan disfungsi mitokondria sel, yaitu organel penghasil energi di dalam sel – yang, pada fungsional, menyebabkan disfungsi saraf dan produksi neuron yang lebih rendah.
NR sendiri sangat penting untuk kesehatan mitokondria dan biogenesis, yaitu sel yang mampu meningkatkan pembaruan diri sel induk, dan ketahanan stres saraf. Bohr dan rekan-rekannya ingin mengeksplorasi efek suplemen NR pada model tikus dengan penyakit neurologi.
Tim menambahkan NR ke dalam air minum tikus yang telah direkayasa secara genetik untuk mengembangkan ciri-ciri gangguan neurodegeneratif.
Hal ini termasuk juga pada penumpukan racun dari protein tau dan amiloid betasinapsis disfungsional, dan kematian neuron — yang semuanya mengakibatkan defisit kognitif.
Pada prosesnya, tikus minum air selama 3 bulan. Selama itu, peneliti memeriksa otak serta kesehatan kognitif mereka daripada tikus lainnya. Temuan ini kemudian dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
NR Meningkatkan kesehatan saraf dan kognitif
Dibandingkan dengan yang lain, tikus yang terobati dengan NR memiliki lebih sedikit tau protein pada otak, lebih sedikit kerusakan DNA, dan lebih banyak neuroplastisitas – yaitu, kemampuan otak untuk “menghubungkan ulang” dirinya sendiri ketika mempelajari hal-hal baru, serta menyimpan ingatan baru.
Selain itu – kemampuan NR juga melalui penelitian ini mereka mengklaim dapat membantu pembaruan sel induk, atau sel yang memiliki kemampuan untuk berubah menjadi jenis sel lain yang dibutuhkan tubuh.
Dalam hal ini, tikus masuk ke dalam kelompok yang menghasilkan lebih banyak neuron dari batang saraf sel. Selain itu, lebih sedikit neuron yang mati atau rusak pada tikus. Di sisi lain, yang menarik adalah kadar protein beta-amiloid mereka tetap sama dengan tikus lainnya.
Dengan demikian, para peneliti mengatakan bahwa di hippocampi – area otak yang terlibat dalam memori yang sering menyusut atau akibat rusaknya Alzheimer menunjukkan bahwa lewat tikus yang menerima perawatan, NR tampaknya mengeliminasi kerusakan DNA yang ada atau menghentikan penyebaran kerusakan.
Semua perubahan otak selaras oleh hasil dari tes kognisi dan perilaku. Semua tikus yang terobati dengan NR tampil lebih baik dalam menyelesaikan tugas labirin serta tes pengenalan objek. Mereka juga menunjukkan otot yang lebih kuat dan gaya berjalan yang lebih baik.
Di masa depan, para peneliti berencana untuk menyelidiki lebih lanjut cara kerja NR yang dapat digunakan untuk mencegah defisit kognitif terkait Alzheimer, dan untuk mengatur tingkat uji klinis pada manusia.